Minggu, 04 Desember 2011

ANALISA RESIDU ANTIBIOTIK CHLORAMPHENICOL (CAP) PADA PRODUK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EBI FURAI BEKU DENGAN METODE Enzym Linked Immunoassay (ELISA)


HALAMAN PENGESAHAN
ANALISA RESIDU ANTIBIOTIK CHLORAMPHENICOL (CAP) PADA PRODUK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EBI FURAI BEKU DENGAN METODE Enzym Linked Immunoassay (ELISA)



TUGAS AKHIR
OLEH:
ARDIANA
08 24 116


Tugas Akhir ini Merupakan Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :




Arham Rusli, S.Pi., M. Si                                           Ir. Nurlaeli Fattah, M. Si
Pembimbing I                                                              Pembimbing II


Diketahui Oleh :



Prof. Dr. Ir. Mursalim, M. Sc.                                  Rivaldi ST,. M. Si
Direktur Politani Pangkep                                         Ketua Jurusan TPHP

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJIAN
Judul Tugas Akhir       : ANALISA RESIDU ANTIBIOTIK CHLORAMPHENICOL     (CAP) PADA PRODUK UDANG WINDU (Penaeus monodon) EBI FURAI BEKU DENGAN METODE Enzym Linked Immunoassay (ELISA)

Nama Mahasiswa        : ARDIANA

NIM                            : 0824116

Jurusan                        : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

Disahkan Oleh:

Tim Penguji

1.      Arham Rusli, S.Pi. M. Si                                     (………………………………...)

2.      Ir. Nurlaeli Fattah, M. Si                                      (………………………………...)

3.      Ir. Zaimar, MT                                                     (………………………………...)

4.      Ernawati Jassin, S.Si. M.Si                                  (………………………………...)

RINGKASAN

Ardiana 08 24 116, Analisa Residu Antibiotik Chloramphenicol (CAP) Pada Produk Udang Windu (Penaeus monodon) Ebi Furai Beku Dengan Metode Enzym Linked Immunoassay (ELISA) di bawah bimbingan Bapak Arham Rusli dan Ibu Nurlaeli Fattah.
Spesifikasi atau standar mutu yang dimiliki suatu perusahaan terhadap produk yang dihasilkan merupakan alat dalam persaingan untuk memasarkan produknya, karena itulah diperlukan suatu sistem pengendalian mutu yang baik bagi manajemen perusahaanSalah satu parameter mutu yang diuji di PT. BOMAR adalah analisa residu chloramphenicol.  Analisa tersebut dilakukan sebelum produk diekpor ke Negara tujuan, dimana standar minimal perdagangan internasional yang ditetapkan yaitu 0,3 ppb.

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kadar chloramphenicol pada produk udang windu ebi furai beku dengan metode ELISA Sedangkan Kegunaan tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam mekanisme kerja analisa residu chloramphenicol pada produk udang windu ebi furai bekuMeningkatan dan menambah ilmu pengetahuan tentang bahaya penggunaan antibiotik chloramphenicol  dan dampaknya  bagi kesehatan manusia.

Penulisan tugas akhir ini berdasarkan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama kurang lebih tiga bulan, yaitu bulan Maret sampai Juni 2011, dan praktek ini dilaksanakan di PT. Bogatama Marinusa, Makassar.

Hasil pengujian didapatkan residu antibiotik chloramphenicol pada produk udang  windu  ebi furai beku rata-rata dibawah 0,05 ppb, dimana standar yang ditetapkan oleh perdagangan internasional adalah 0,3 ppb, sehingga masih memenuhi standar ekspor.  Hal penting yang harus diperhatikan selama proses pengujian antibiotik chloramphenicol yaitu lama inkubasi, karena akan berpengaruh terhadap hasil pembacaan absorbansi.

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan anugrah dan nikmat yang tidak terhingga kepada hamba-Nya. Atas izin-Nya pula sehingga penulis  dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul  “Analisa Residu Antibiotik Chloramphenicol (CAP) Pada Produk Udang Windu (Peneaus monodon) Ebi Furai Beku Dengan Metode Enzym linked Immunoassay (ELISA) sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri pangkep. Selama penyelesaian tugas akhir ini penulis mengalami banyak hambatan dan rintangan akan tetapi berkat usaha keras dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya tugas akhir ini dapat terselesaikan
Terima kasih penulis ucapkan dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kepada Bapak Arham Rusli S.Pi,. M.Si dan Ibu Ir. Nurlaeli Fattah M.Si masing-masing sebagai pembimbing I dan pembimbing II, atas bantuan berupa arahan, nasehat dan semangat dalam menghadapi berbagai kendala dan tantangan sehingga penulis dapat merampungkan tugas akhir ini.  Tidak lupa pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.      Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim, M. Sc selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
2.      Bapak Rivaldi ST, M. Si selaku Ketua Jurusan dan Bapak  Ir. Mursida, M. Si selaku Sekertaris Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
3.      Bapak dan Ibu Dosen Politeknik Pertanian Negeri Pangkep khususnya Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang telah memberikan bantuan dan ilmu pengetahuan serta bimbingan selama penulis menempuh pendidikan.
4.      Bapak Tigor Chendarma selaku pimpinan tertinggi di PT. BOMAR yang telah memberi izin untuk melaksanakan PKPM
5.      Ibu Sucianti, Selaku Departement Head of Quality Control, Kak Masrawati, Kak Marni, dan Kak Satriana Selaku Supervisor Quality Control  serta Kak Dwinda dan Kak Suryani Selaku Analis laboratorium pada PT. BOMAR yang telah senantiasa memberikan bantuan dalam penulisan tugas akhir ini.
6.      Seluruh jajaran Quality Control dan Seluruh Staff  HRD pada PT. BOMAR
7.      Saudara saudari yang memberiku semangat kak Asni, kak pikal, Anhy, Aidhil, Aswin, Arma dan Amel.
8.      Teman-temanku Irma, Eel safitri, Wiwianti, dan Rozma wati yang selalu memberi bantuan dan motivasi serta seluruh teman-teman angkatan 21, terutama jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
9.      Keluarga besar pondok Idola, terutama sekamarku Fitrianti yang selalu memberi semangat dan keceriaan dalam hari-hariku.
Belaian kasih sayang Ibunda Dahniar atas dorongan, doa dan pengorbananya adalah siraman kesejukan yang tak  dapat dibayar  dengan apapun oleh penulis dan kepada Ayahanda Amiruddin  tersayang yang senantiasa memberiku nasehat, motivasi dan doa yang ikhlas, oleh karena itu penulis memohon maaf sekaligus ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tuaku tercinta.
Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan rahmat dan ganjaran yang berlipat ganda atas bantuannya khususnya yang ditulis diatas. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan informasi dan tambahan ilmu bagi pembacanya terutama bagi penulis sendiri. Insya Allah, Amin
    Makassar,       Agustus  2011

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................   ii
HALAMAN PERSETUJUAN MENGUJI..............................................................   iii
RINGKASAN.......................................................................................................    iv
KATA PENGANTAR..............................................................................................  v
DAFTAR ISI........................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL...................................................................................................    x
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................  xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................     1
1.2. Tujuan dan Kegunaan.................................................................................  3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Kalsifikasi Udang Windu...........................................................................  4
2.2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Daging Udang Windu.............................     5
       2.2.1. Kandungan Protein...........................................................................  6
       2.2.2. Kandungan Air.................................................................................  7
       2.2.3. Kandungan Lemak...........................................................................  8
2.3. Persyaratan Mutu Udang............................................................................  8
2.4. Kemunduran Mutu Udang........................................................................... 10
2.5. Tinjauan Umum Udang Windu Ebi Furai Beku...................................... ....  12
2.6. Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang Penggunaannya ..........................    12
2.7. Antibiotik................................................................................................... 13
       2.7.1. Cara Kerja Antibiotik....................................................................... 14
       2.7.2. Chloramphenicol.............................................................................14
       2.7.3. Dampak Negatif Penggunaan Chloramphenicol........................... ....15
       2.7.4. Sumber Antibiotik Chloramphenicol................................................ 16
       2.7.5. Larangan Penggunaan Antibiotik Chloramphenicol.......................... 17
       2.7.6. Metode Pengujian Antibiotik Chloramphenicol...........................      18
      2.8.  Jenis ELISA............................................................................................    21
      2.9.  Prinsip ELISA.........................................................................................    22
BAB III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................................. .. 24
3.2. Metode Pengambilan Data...................................................................... ... 24
3.3. Alat dan Bahan........................................................................................... 24
3.4. Prosedur Kerja......................................................................................... . 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil........................................................................................................... 27
4.2. Pembahasan............................................................................................... 27
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan................................................................................................ 32
5.2. Saran......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 33
LAMPIRAN........................................................................................................  35
RIWAYAT HIDUP............................................................................................ . 39

DAFTAR TABEL

      No                                                                                                             Halaman
Teks

1.  Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Daging Udang Windu................................   6
2.  Komposisi Protein dan Asam Amino Esensial Pada Udang........................... 7
3. Standar Syarat Mutu Dan Keamanan Pangan Udang Beku............................ 8
      4.  Hasil Pengujian Residu Chloramphenicol Pada Produk Udang Windu
     Ebi Furai Beku.............................................................................................27

DAFTAR GAMBAR

    No                                                                                                               Halaman
Teks

    1.   Morfologi Udang Windu (Penaeus monodon)........................................... ...  5
 2.   Produk Udang Windu Ebi Furai Beku............................................................ 11
 3.   Struktur Molekul Chloramphenicol.............................................................. 14

DAFTAR LAMPIRAN

    No                                                                                                               Halaman
Teks


1.      Alur Proses Pengujian Chloramphenicol (CAP) Metode Elisa.....................     35
2.      Alat Yang Digunakan Untuk Menganalisa Chloramphenicol (CAP)...........    37
3.      Bahan Yang Digunakan Untuk Menganalisa Chloramphenicol (CAP)........    38
4.      Struktur Organisasi  PT. Bogatama Marinusa Makassar................................    39
5.      Hasil Pengujian Chloramphenicol Pada Udang Windu Ebi Furai Beku.......    40

BAB I
 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
  Mutu memegang peranan penting bagi suatu perusahaan dalam menghasilkan produk andalannya.  Dalam menghadapi tantangan persaingan yang semakin ketat dan menjaga kepercayaan konsumen pada suatu produk,  perusahaan harus selalu menjaga mutu produk yang dihasilkannya.  Dalam menghasilkan suatu produk,  perusahaan harus memiliki dan menyusun spesifikasi atau standar mutu tersendiri supaya tujuan untuk memenuhi spesifikasi produk tercapai.  Spesifikasi atau standar mutu yang dimiliki suatu perusahaan terhadap produk yang dihasilkan merupakan alat dalam persaingan untuk memasarkan produknya, karena itulah diperlukan suatu sistem pengendalian mutu yang baik bagi manajemen perusahaan (Anonim, 2010).
PT. Bogatama Marinusa (BOMAR) adalah perusahaan yang memproduksi udang dengan berbagai macam produk  dan menjamin bahwa makanan tersebut higienis serta baik untuk dikonsumsi.  Untuk menegaskan bahwa produk yang dihasilkan aman, maka sebelum produk tersebut diekspor terlebih dahulu dilakukan proses analisa laboratorium terhadap parameter mutu yang menjadi persyaratan.
Salah satu parameter mutu yang diuji di PT. BOMAR adalah analisa residu chloramphenicol.  Analisa tersebut dilakukan sebelum produk diekpor ke Negara tujuan, dimana standar perdagangan internasional yang ditetapkan yaitu 0,3 ppb (Commision Decision: 2003/181/EC).
 Chloramphenicol merupakan salah satu jenis antibiotik yang penggunaannya  banyak dilakukan dalam budidaya  akuakultur  sebagai akibat dari sistem pemeliharaan yang intensif.  Antibiotik biasa digunakan dalam  pemberian terpisah  atau  lewat pakan dengan tujuan sebagai antisipasi pencegahan penyakit, membunuh mikroorganisme dalam pakan sehingga pakan menjadi lebih awet, memperbaiki sistem pencernaan hewan untuk menjadi lebih efisien, serta  meningkatkan  nafsu makan ikan dan udang.  Chloramphenicol biasa digunakan untuk menanggulangi infeksi bakteri anerobik, aeromonas, Pseudomonas, Mycoplasma, dan Enteroacteriaceae (Anonim, 2010).
Antibiotik pada udang digunakan dalam pengobatan, pencegahan penyakit, dan mempercepat pertumbuhan. Penyalahgunaan antibiotik berpotensi menimbulkan akumulasi residu antibiotik pada jaringan  tersebut. Adanya residu antibotik pada udang ini berpotensi menyebabkan berbagai efek buruk bagi manusia yang mengkonsumsinya. Efek yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi dan resistensi antibiotik pada manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian yang dapat menjamin keamanan pangan secara berkelanjutan (Anonim, 2010).
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa residu chloramphenicol pada produk udang windu ebi furai beku dengan metode ELISA.
Kegunaan tugas akhir ini adalah sebagai bahan informasi tentang analisa residu chloramphenicol pada produk udang windu ebi furai beku dengan metode ELISA dan bahaya penggunaan antibiotik chloramphenicol serta dampaknya bagi kesehatan manusia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Udang Windu
Menurut Mudjiman (2004), udang windu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Filum              : Arthropoda
 Klas                : Crustacea
Sub klas           : Malacostraca
Ordo                 : Dekapoda
Sub ordo          : Matantia
Family             : Penaenidae
Genus               : Penaeus atau Panaied
Species             : Penaeus monodon
Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian kepala dan abdomen.  Bagian kepala hingga dada disebut chepalotorax, dibungkus kulit kitin yang tebal.  Bagian ini terdiri dari kepala dengan 5 segmen dan dada dengan 8 segmen.  Bagian abdomen yang meliputi bagian perut dan ekor terdiri dari 6 segmen dan 1 telson (Mudjiman, 2004).
         Menurut Murtidjo (1992), udang windu dapat hidup pada kisaran salinitas 3 ppt- 35 ppt dan dalam waktu 6 bulan dapat mencapai 120 gram/ekor mulai dari benih ukuran 2 cm.  Pada habitatnya, makanan udang windu bermacam-macam (omnivorus), yaitu jenis crustacea tingkat rendah seperti siput kecil, cacing, larva serangga maupun sisa-sisa bahan organik baik tumbuhan maupun hewan.  
Udang windu bersifat kanibal, yang menjadi sasaran utama adalah udang yang sedang mengalami pergantian kulit.  Kulit udang windu tidak elastis dan selalu berganti kulit selama pertumbuhan.  Semakin cepat udang berganti kulit maka pertumbuhan semakin cepat. Dalam habitatnya, udang windu dapat mencapai ukuran panjang 35 cm (Murtidjo, 1992).
 Gambar 1. Morfologi udang windu (Penaeus monodon) (Hariadi, 1994)
Keterangan :
   1.  Sungut kecil                                 8.   Ekor
   2.  Cucut kepala                                9.   Anus
   3.  Mata                                           10.  Sungut  besar                         
   4.  Cangkang kepala                        11.  Kaki-kaki jalan                           
                 5.  Perut                                          12.  Kaki-kaki renang
                 6.  Punggung                                   13.  Pembantu rahang                     
                 7.  Pangkal ekor                              
2.2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Daging Udang Windu
Udang merupakan hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.  Komposisi kimia dari jenis udang sangat penting artinya, dilihat dari segi manfaatnya sangat memenuhi kebutuhan gizi manusia seperti kandungan protein, vitamin dan mineral lainnya (Hadiwiyoto, 1993)

Komposisi kimia dan nilai gizi daging udang windu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Daging Udang Windu
No
Kandungan
Satuan
Komposisi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Garam mineral
Kalsium
Magnesium
Fosfor
Zat besi
Natrium
Kalium
Senyawa nitrogen non protein
%
%
%
-
%
mg/gr
mg/gr
mg/gr
mg/gr
mg/gr
mg/gr
%
78,2
18
0,8
-
1,4
145-320
40-105
270-250
1,6
140
220
0,80
Sumber : L.A. Shelef and J.M. Jay, 1971 (dalam Hadiwiyoto, 1993)

2.2.1.  Kandungan Protein
Nilai protein pada udang dikatakan sempurna  karena kadar asam amino yang tinggi, lengkap dan sekitar 85-95 % mudah dicerna tubuh.  Pada 100 gr udang mentah mengandung 20,3 gr protein atau cukup untuk memenuhi kebutuhan protein harian sebanyak 41 %.  Asam amino udang (per 100 gr) berturut-turut yang termasuk tinggi adalah asam glutamat (3.465 mg), asam aspartat (2.100 mg), arginin (1.775 mg), lisin (1.768 mg), leusin (1.612 mg), glisin (1.225 mg), isoleusin (985 mg) dan valin (956 mg) (Santoso, 2010).
Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.  Komposisi Protein dan Asam Amino Esensial Pada Udang.
No
Komposisi
Satuan
Konsentrasi
1.



2.

Protein :
- Mioplasma
- Miofibril
- Miostroma
Asam amino esensial :
- Isoleusin
- Leusin
- Lisin
- Metionin
- Sistein
- Fenilalanin
- Tirosin
- Treonin
- Triptofan
- Valin

%
%
%

g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g
g/100g

32
59
5

0,985
1,612
1,768
0,572
0,228
0,858
0,676
0,822
0,283
0,956
Sumber : USDA (2003)
2.2.2.  Kandungan air
Kadar air yang terdapat dalam udang merupakan faktor yang paling menentukan cepat atau tidaknya udang tersebut menjadi busuk.  Semakin tinggi kadar airnya semakin cepat proses pembusukan pada udang.  Keberadaan air bebas dalam udang dapat digunakan mikroorganisme untuk berkembang biak dan sebagai media reaksi-reaksi kimia yang dapat merusak udang seperti hidrolisa dan oksidasi lemak (Anonim, 2010).
2.2.3.  Kandungan Lemak
Kandungan lemak udang sangat rendah hanya 106 kal/100 gr udang.  Udang  hanya mengandung sedikit asam lemak jenuh, kadar asam lemak sehat pada udang   sangat tinggi yaitu Omega-3 dan Omega-6 masing-masing mencapai 540 mg dan 28 mg per 100 gr udang segar (Santoso, 2010). 

2.3. Persyaratan Mutu Udang
Udang sebagai salah satu produk perikanan yang memilliki sifat mudah busuk (highly perishable), maka penanganan yang baik mutlak diperlukan agar mutu udang tetap segar pada saat dikonsumsi.  Mutu udang terutama ditentukan oleh keadaan fisik dan organoleptik (rupa, warna, bau, rasa dan tekstur) dari udang tersebut  (Hadiwiyoto, 1993).  Standar syarat mutu udang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.  Standar Syarat Mutu dan Keamanan Pangan Udang Beku
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
a. Organoleptik
angka (1-9)
minimal 7
b. Cemaran mikroba :
·              - ALT
koloni/g

maksimal 5,0 x 105
·              - Escherichia coli
APM/g
maksimal < 2
·              - Salmonella
APM/25g
Negatif
·              - Vibrio cholera
APM/25g
Negatif
·              - Vibrio parahaemolyticus
APM/g
maksimal < 3
c. Cemaran kimia :
·             - Kloramfenikol
Ppb
maksimal 0
·             - Nitrofuran
Ppb
maksimal 0
·             - Tetrasiklin
Ppb
maksimal 100
d. Fisika:
     - Suhu pusat, maks.
°C
maksimal -18
e. Filth
Jenis/jumlah
maksimal 0
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)
Menurut Hadiwiyoto (1993), Udang yang digunakan dalam industri pengolahan hanyalah udang yang memiliki mutu segar.  Penilaian mutu udang dapat dilihat secara organoleptik.  Mutu udang sebagai bahan baku akan mempengaruhi produk akhir.  Udang yang memiliki kesegaran yang baik akan menghasilkan produk akhir yang baik pula atau sebaliknya.  Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan menjadi empat kelas mutu, yaitu :
a. Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udang-udang yang benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada kotoran atau noda-nodanya.
b. Udang yang mempunyai mutu baik (fancy).  Udang ini mutunya dibawah prima, ditandai dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah atau retak-retak, tubuh udang lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak terdapat kotoran atau noda-nodanya.
c. Udang bermutu sedang (medium, black dan spot).  Pecah-pecah pada kulit udang lebih banyak daripada udang yang bermutu baik.  Udang sudah tidak utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus.  Daging udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak noda berwarna hitam atau merah gelap.
d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak).  Kulit udang banyak yang pecah atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah tidak utuh lagi
 2.4. Kemunduran Mutu Udang
Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang  berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan.  Penurunan mutu ini terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif (Purwaningsih, 1995).
Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya.  Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan yang mudah busuk bila dibandingkan dengan ikan.  Oleh karena itu, penanganan udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat.  Susunan tubuh udang  mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya.  Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih, 1995).
Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam tubuh udang.  Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap.  Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang.  Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993).
Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk penyimpanan jangka panjang.  Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan  udang beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang (Moeljanto, 1992)
2.5.  Tinjauan Umum Produk Udang Windu Ebi Furai Beku
Gambar 2.  Produk Udang Windu Ebi Furai Beku
Udang windu ebi furai beku adalah salah satu produk udang windu beku yang dilapisi dengan lapisan tepung roti sebelum dibekukan.  Pemberian lapisan roti ini merupakan cara yang paling umum untuk meingkatkan nilai dari suatu produk dan sudah diterima  secara universal karena konsumen dapat memperoleh penampakan, aroma dan flavor sesuai dengan selera, dimana tepung roti tersebut merupakan bahan tambahan pada produk tersebut (ASEAN-Canada Fisheries 1994) bahan tambahan makanan merupakan nilai tambah bagi produk makanan.
2.6. Bahan Tambahan Pangan Yang Dilarang Penggunaannya
Bahan tambahan pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas suatu makanan.  Sehingga, peredaran dan penggunaannya memerlukan pengawasan. Pemerintahlah yang berkompeten dalam hal ini karena berkaitan dengan keamanan makanan.  Ada beberapa jenis bahan tambahan makanan yang dilarang penggunaanya, sebagaimana diatur oleh peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 722/MenKes/Per/IX/1988 tanggal 22 September 1988 dan peraturan Menteri Kesehatan No 1168/MenKes/Per/X/1999 (Saparinto dan  Hidayati, 2006). Beberapa bahan tambahan makanan yang dilarang penggunaannya yaitu :

·         Asam borat dan senyawanya
·         Asam salisilat dan garamnya
·         Dietilpirokarbonat
·         Dulsin
·         Kalium klorat
·         Chloramphenicol
·         Minyak nabati yang dibrominasi
·         Nitrofurazon
·         Formalin

Chloramphenicol merupakan salah satu dari sembilan jenis bahan tambahan makanan yang dilarang di Indonesia (Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88). Walaupun demikian, penggunaan chloramphenicol pada komoditas perikanan (udang dan ikan) telah merebak di pasaran lokal, regional maupun internasional sehingga menghambat bahkan menggagalkan ekspor terutama udang dari Indonesia ke berbagai negara di dunia.  Puncak kegagalan ekspor terjadi saat diterapkannya zero tolerance kandungan chloramphenicol oleh negara Uni Eropa terhadap komoditas udang yang diimpornya (Anonim, 2002).
2.7.  Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintesis, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Craig, 1998 dalam Temaja, 2010)  Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman (Anonim, 2011).
Antibiotik akan mengalami transportasi tergantung pada daya ikatnya terhadap protein plasma.  Bentuk yang tidak terikat dengan protein itulah yang secara farmakologis aktif, yaitu memiliki kemampuan sebagai antimikroba.  Semua jenis antibiotik dengan cara kerja tersebut dapat bersifat mematikan atau menghambat antibiotik (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008).
Antibiotik bersifat mematikan, bila dosisnya tinggi.  Sedangkan antibiotik bersifat menghambat bila dosisnya rendah.  Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan mikroorganisme target.  Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik (plasmid atau transposon) diantara genus bakteri yang berbeda yang masih memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia coli, Klebsiella, dan Salmonella (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008).
2.7.1  Cara Kerja Antibiotik
 Antibiotik memiliki cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada kondisi bakteriostatis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis dan produksi antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008)
 Ada beberapa cara kerja antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial.  Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.  Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya.  Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008)
2.7.2. Chloramphenicol

Gambar 3.  Struktur Molekul Chloramphenicol
Chloramphenicol (CAP) merupakan antibiotik yang diperoleh secara alami dari biakan bakteri Streptomyces venezuelae atau diproduksi secara sintesis yang aktif terhadap beberapa jenis bakteri antara lain bakteri aerobik dan aerobik, mycoplasma, organisme chlamydal (SNI 7587.3:2010)  
Chloramphenicol is effective against a wide variety of Gram-positive and Gram-negative bacteria , including most anaerobic organisms . Chloramphenicol efektif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif, termasuk sebagian organisme anaerobik, Due to resistance and safety concerns, it is no longer a first-line agent for any indication in developed nations, although it is sometimes used topically for eye infections .karena kekhawatiran resistensi dan keselamatan, maka tidak ada lagi  agen lain untuk setiap indikasi dalam negara-negara maju, meskipun kadang-kadang digunakan secara tropikal untuk infeksi mata. Nevertheless, the global problem of advancing bacterial resistance to newer drugs has led to renewed interest in its use. [ 1 ] In low-income countries, chloramphenicol is still widely used because it is inexpensive and readily available. Namun demikian, masalah global maju  resistensi bakteri terhadap obat yang lebih baru telah menyebabkan minat baru dalam penggunaannya (Saparinto, 2002)
Penanganan antibiotik chloramphenicol dalam bidang perikanan tidak dianjurkan, untuk mengantisipasinya maka seluruh produk  perikanan harus dilakukan analisa chloramphenicol sebelum penanganan lebih lanjut, analisa chloramphenicol menggunakan metoda ELISA yaitu analisa dengan prinsip reaksi hidrolisis, enzymatis, dan ekstraksi (Saparinto, 2002)
Beberapa produk  udang asal  Indonesia yang diekspor ditolak masuk karena diketahui mengandung residu antibiotik chloramphenicol.  Penggunaan antibiotik banyak dilakukan dalam budidaya udang sebagai akibat dari sistem pemeliharaan yang intensif  (Saparinto, 2002)

   2.7.3.  Dampak Negatif  Pepnggunaan Chloramphenicol
 Chloramphenicol telah sejak lama digunakan dalam industri peternakan dan kedokteran, residunya  menyebabkan kematian pada penderita anemia yang bisa berlanjut ke leukemia.  Antibiotik ini juga diduga sebagai penyebab timbulnya Gray Baby Sindrome yaitu gejala bayi berkulit warna abu-abu, perut kembung, suhu tubuh rendah, susah bernapas, demam, yang bisa menyebabkan kematian.  Mempertimbangkan bahaya tersebut sudah sejak 1985 USDA CES (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) menetapkan chloramphenicol sebagai obat keras dan karena itu tidak diperbolehkan digunakan dalam budidaya ternak dan perikanan (Saparinto, 2002)

2.7.4. Sumber Antibiotik Chloramphenicol
   Adanya kandungan chloramphenicol pada produk udang windu disebabkan karena pada saat udang masih ditambak diberikan chloramphenicol pada pakan untuk membasmi serangan penyakit pada udang windu. Serangan penyakit tersebut adalah penyakit udang nyala yang disebabkan oleh bakteri vibrio harveyi.  Serangan bakteri ini sering dikaitkan dengan adanya stres pada udang windu akibat perubahan keadaan lingkungan yang buruk sehingga bakteri tersebut berkembang dengan cepat (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009). 
Sumber  residu chloramphenicol di UPI juga diperkirakan berasal dari bahan-bahan disinfektan yang digunakan untuk mencuci udang di unit pengolahan.  Sumber lainnya adalah salep yang sering digunakan untuk mengobati bagian tubuh pekerja yang luka.  Oleh karena itu pada saat pengawasan, bahan-bahan desinfektan dan salep dilarang untuk digunakan kapan saja.  Pekerja yang bagian tangannya terluka dilarang menangani produk untuk menghindari pencemaran.  Berdasarkan laporan pengawas mutu, beberapa unit pengolahan udang pernah menggunakan bahan disinfektan yang diduga mengandung chloramphenicol (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009). 
2.7.5.  Larangan Penggunaan Antibiotik Chloramphenicol
  Jenis antibiotik chloramphenicol dan nitrofurans sebenarnya telah dilarang untuk digunakan pada budidaya perikanan, karena jenis antibiotik ini membahayakan kesehatan manusia.  Di Indonesia keduanya masih lazim digunakan mulai dari pembenihan sampai pembesaran udang.  Tetapi dengan adanya penolakan bahan pangan yang mengandung dua jenis antibiotik tersebut dari masyarakat konsumen, kususnya di Uni Eropa dan Amerika Serikat, maka pemerintah khususnya Departemen Kelautan dan Perikanan sangat serius melakukan pengawasan terhadap penggunaan bahan antibiotik ini. (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009). 
Salah satu tindakan yang terpenting untuk mencegah timbulnya residu antibiotik pada udang adalah dengan menetapkan peraturan pelarangan penggunaan antibiotik pada budidaya udang (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009).   Beberapa peraturan yang telah diterbitkan antara lain :
1.   Keputusan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai
pelarangan penggunaan antibiotik pada makanan.
2.   Keputusan Menteri Pertanian No. 806/Kpts/TN.260/12/94 mengenai
klasifikasi obat hewan. Dalam keputusan ini, chloramphenicol dan nitrofuras dikategorikan sebagai antibiotik yang berbahaya dan dilarang digunakan pada praktek pembudidayaan perikanan.
3.   Keputusan Menteri Kesehatan.
4.   Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, tanggal 19
Oktober 2001 mengenai pelarangan penggunaan antibiotik tertentu pada budidaya udang.
Agar penanggulangan residu antibiotik pada budidaya perikanan lebih efektif, maka Depertemen Kelautan dan Perikanan membentuk Panitia Nasional tentang pencegahan residu antibiotik,  pada tanggal 12 Oktober 2001.  Disamping itu, di tingkat daerah provinsi dan kabupaten juga membentuk tim daerah yang mempunyai tugas dan tujuan yang sama (BBPMHP, 2002 dalam Syafitrianto, 2009).
2.7.6. Metode Pengujian Antibiotik Chloramphenicol
Metode uji resmi untuk residu CAP yang umum digunakan dibeberapa Negara adalah metode chromatography. Selain metode chromatography juga digunakan metoda ELISA yang dapat digunakan sebagai metode alternatif, meskipun metode ini tidak dianggap sebagai metoda resmi atau metode konfirmatif.  Gas dan Liquid chromatography-MS merupakan alat uji yang paling canggih, mahal dan mampu mendeteksi residu chloramphenicol atau residu nitrofuras dalam kadar yang sangat rendah yaitu 0,1 ppb.  Jenis alat lain yang lebih sederhana, dan relatif lebih murah adalah High Performance Liquid Chromatography (HPLC).  Alat atau metode ini mampu juga mendeteksi residu serendah metode LC/GC-MS (Anonim, 2010).
Berdasarkan hasil kajian atau verifikasi oleh BBPMHP, HPLC dapat digunakan untuk menguji residu chloramphenicol dengan batas deteksi 0.16 ppb. Negara anggota UE umumnya menggunakan metode pengujian LC-MS atau GC-MS untuk mengukur kadar residu chloramphenicol dan nitrofuran pada udang (Anonim, 2010).
·         Metode Elisa (Enzym Linked Immunoassay)
Dalam metode ELISA digunakan dua macam antibodi yang berbeda dalam jumlah berlebih.  Dimana antibodi tersebut dapat mendeteksi dan terikat dengan antigen (toksin) pada dua sisi yang berbeda.  Antigen akan terikat dengan antibodi pertama yang biasanya diikat dengan support padat.  Antibodi kedua terikat dengan suatu enzim dan akan mencari zat yang telah terikat (Winarno, 2007).
Aktifitas enzim merupakan hasil pengukuran absorbansi hasil reaksi antara enzim dengan substrat  kromogenik.  Enzim yang umum digunakan dalam metode elisa adalah beta galaktosidase, alkalin  fosfatasei dan peroksidase.  Kurva kalibrasi dapat dibuat yang menunjukkan hubungan antara absorbansi, kemudian absorbansi yang diperoleh dari contoh diinterpolasikan pada kurva tersebut (Winarno, 2007)
Setiap kali sebelum penambahan antibodi dilakukan pencucian untuk menghilangkan antibiotik yang tidak terikat, oleh karena itu metode ELISA tidak langsung memerlukan tahap analisis yang lebih lama (Winarno, 2007)
·        Liquid Chromatography – Tandem Mass Spectroscopy (LC - MS/MS)
Kromatografi cair-spektrometri massa (LC-MS, HPLC atau alternatif-MS) adalah suatu teknik kimia analitik yang menggabungkan kemampuan pemisahan fisik kromatografi cair (HPLC) dengan kemampuan analisis massa spektrometri massa. LC-MS adalah teknik yang kuat digunakan untuk banyak aplikasi yang memiliki sensitivitas sangat tinggi dan selektivitas. Umumnya aplikasi berorientasi terhadap deteksi dan identifikasi yang spesifik potensi bahan kimia dalam kehadiran bahan kimia lainnya (Anonim, 2010)
·        High Performance Liquid Chromatograph (HPLC)
Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid chromatography  (HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi.  Seperti teknik kromatografi pada umumnya, HPLC berupaya untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu.  Cairan yang akan dipisahkan merupakan fase cair dan zat padatnya merupakan fase diam (stasioner).  Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai aktivitas selektif antara fase diam dan fase gerak tertentu. Dengan bantuan detektor serta integrator kita akan mendapatkan kromatogram. Kromatorgram memuat waktu lambat serta tinggi puncak suatu senyawa (Anonim, 2011)
HPLC secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini membuatnya lebih cepat (Anonim, 2010)
2.8.  Jenis ELISA
 Metode elisa dilakukan dengan membandingkan dengan konsentrasi standar  yang diketahui.  Apabila sinyal yang diberikan contoh lebih kuat daripada standar maka disebut positif, apabila lemah disebut negatif.  Selain itu dapat juga ditentukan konsentrasi antibodi/antigen dalam contoh (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008).
Beberapa jenis elisa sebagai berikut :
1.    Inderect ELISA
 Secara umum indirect elisa digunakan untuk penetapan konsentrasi antibodi dalam darah.  Darah diinkubasikan pada well, setelah itu ikatan antibodi yang lemah dicuci.  Antibodi kedua ditambahakan untuk mendeteksi ikatan antibodi.  Enzim ini dapat merubah substrat menjadi berwarna.  Setelah reaksi selesai dilakukan penetapan dengan elisa plate reader (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008).
2.  Sandwich ELISA
Sandwich elisa terdiri dari:
1.   Plate yang dilapisi penangkap antibodi
2.   Contoh yang ditambahkan dan sejumlah antigen yang terkandung terikat pada penangkap antibodi
3.   Pendeteksi antibodi ditambahkan dan mengikat antigen, enzim yang mengikat antibodi yang lain ditambahkan dan mengikat pendeteksi antibodi
4.   Substrat ditambahkan dan diubah oleh enzim menjadi bentuk yang dapat dideteksi (produk berwana)
5.   Untuk penetapan secara kuantitatif produk warna diukur absorbansinya.
Keuntungan dari penggunaan sandwich elisa yaitu dapat digunakan untuk campuran atau contoh yang tidak murni dan tetap selektif mengikat tiap antigen dalam contoh.  Konjugat antibodi universal dapat digunakan sebagai antbodi kedua meskipun berlawanan dengan antibodi primer.  Metode ini lebih sensitif daripada metode tidak langsung dan metode competitive (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008).
3. Competitive ELISA
Tahapan dalam penetapan competitive elisa yaitu :
1.   Antibodi tidak berlabel (contoh) yang mengandung antigen diinkuasi
2.   Ikatan kompleks antibodi terjadi saat ditambahkan pada antigen pada well
3.   Plate dicuci untuk membuang antibodi tak berikatan (antigen dalam contoh) dan antibodi akan bersaing untuk terikat pada antigen pada well
4.   Antibodi kedua yang spesifik terhadap antibodi pertama ditambahkan.  Antibodi kedua akan berpasangan dengan enzim
5.   Substrat ditambahkan yang dapat menghasilkan produk warna sebagai sinyal.

2.9. Prinsip ELISA
 ELISA adalah suatu teknik deteksi dengan metode serologis yang berdasarkan atas reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan menggunakan enzim sebagai indikator (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008)

Prinsip dasar ELISA adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif pada permukaan fase padat dengan menggunakan konjugat antibodi atau antigen yang dilabel enzim.  Enzim ini akan bereaksi dengan substrat dan menghasilkan warna (Corner, 1995 dalam Maratua, 2008)
Warna yang timbul dapat ditentukan secara kualitatif dengan pandangan mata atau kuantitatif dengan pembacaan nilai absorbansi (OD) pada ELISA plate reader (Burgess, 1995 dalam Maratua, 2008)

 BAB III
METODOLOGI
3.1.  Waktu dan Tempat
Penulisan tugas akhir ini berdasarkan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama kurang lebih tiga bulan, yaitu bulan Maret sampai Juni 2011 yang dilaksanakan di PT.  Bogatama Marinusa  Kawasan Industri Makassar.
3.2.  Metode Pengambilan Data
Metode penulisan dan pengambilan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini ialah dengan melakukan analisa residu chloramphenicol dengan metode competitive ELISA pada produk udang windu ebi furai beku dan studi pustaka.
3.3.   Alat dan Bahan
 Alat yang digunakan yaitu :


·      Rak Tabung
·      Tabung Pemusing
·      Pipet Ukur
·      Pinset
·      Well
·      Petridish
·      Yellow Tip
·      Blue Tip
·      Mikro Pipet
·      Laminar Flow
·      Lumpang Porselin
·      Bulb
·      Star Fax 303
·      Centrifuge
·      Timbangan Analitik


Bahan yang digunakan yaitu :
·         Sampel udang  windu ebi furai
·         Eliza Tes Kit
·         N-heksan (CH3(CH2)4CH3)
·      Enzym Konjugate
·         Wash Solution
·         Etil Asetat (CH3COOC2H5)
·         Aquadest

3.4.  Prosedur Kerja

        Preparasi contoh :

1.   Sampel dihaluskan  dengan menggunakan lumpang porselin
2.   Disiapkan 2 buah tabung centrifuge, kemudian sampel ditimbang sebanyak 3 gr dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung centrifuge
3.   Ditambahkan 6 ml Etil Asetat ke dalam tabung pemusing yang berisi sampel, kemudian dikocok selama 3 menit sampai homogen.
4.   Dimasukkan ke dalam alat centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 4000 rpm
5.   Dipipet 2 ml bagian lapisan atas yang terpisah
6.   Dimasukkan ke dalam tabung pemusing yang baru dan dikeringkan dengan gas Nitrogen (N2) 60 – 70oC.
7.   Setelah kering ditambahkan 1 ml N-hexan dan Extraction buffer
8.   Dikocok sampai homogen selama 2 menit dan dimasukkan ke dalam alat centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm.
       Prosedur Eliza
1.   Larutan standar secara berurut 1-6 CAP dipipet ke dalam well 100 µl dan 100 µl contoh, tambahkan juga ke dalam well 50 µl CAP-HRP Konjugate dan Enzym Konjugate pada sampel.
2.   Dihomogenkan selama 1 menit, kemudian diinkubasikan selama 1 jam dalam temperatur ruangan.
3.   Dibilas 3 kali dengan 250 µl Wash Solution (larutan pencuci), dikeringkan piringannya dengan cara menghentakkan pada tissue kering.
4.   Ditambahkan 100 µl TMB substrat ke dalam well dan dihomogenkan selama 1 menit, kemudian diinkubasikan selama 20 menit pada temperatur ruangan.
5.   Ditambahkan 100 µl stop buffer ke dalam well, kemudian well dibaca pada Elisa Reader.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Hasil
          Hasil yang diperoleh selama melakukan analisa residu chloramphenicol  pada produk udang windu ebi furai beku di laboratorium PT. Bogatama Marinusa Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Residu Chloramphenicol (CAP) Udang Windu Ebi Furai Beku.

Sampel
Chloramphenicol (CAP) / (ppb)


1
0.040

2
0.038

3
0.038

4
0.054

5
0.040

6
0.041

Sumber : Lab. PT. Bogatama Marinusa, Makassar
Keterangan :            1 = Pengujian tanggal  9 Mei 2011
                                2 = Pengujian tanggal  10 Mei 2011
                                3 = Pengujian tanggal  11 Mei 2011
                                4 = Pengujian tanggal  12 Mei 2011
                                5 = Pengujian tanggal  13 Mei 2011
                                6 = Pengujian tanggal  14 Mei 2011

4.2 . Pembahasan
          Hasil pengujian residu chloramphenicol pada produk udang windu ebi furai beku pada keenam sampel yang diuji seperti pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan residu antibiotik chloramphenicol  dibawah 0,05 ppb, dimana standar yang ditetapkan oleh perdagangan internasional adalah 0,3 ppb.  Hal ini berarti produk udang windu ebi furai beku yang diproduksi di PT. Bogatama Marinusa, Makassar memenuhi standar ekspor.
          Chloramphenicol selain terdapat pada pakan ikan dan udang budidaya, juga digunakan untuk pengobatan maupun pembilasan kolam dalam proses produksi dan sebagai desinfektan sebelum produk tersebut diproses lebih lanjut.  Penyalagunaan antibiotik tersebut mengakibatkan tertinggalnya bahan kimia sebagai residu dalam daging udang dan ikan yang dikhawatirkan dalam jumlah dan waktu lama akan menimbulkan gangguan kesehatan yaitu terjadinya anemia aplastik pada konsumennya (Winarno, 2002)
Penggunaan antibiotik chloramphenicol pada udang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah timbulnya penyakit udang nyala yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp, karena pada saat ini penyebab timbulnya peyakit tersebut masih menjadi fokus perhatian utama dalam produksi budidaya udang, sehingga perlu penggunaan antibiotik chloramphenicol tersebut, tetapi penggunaan antibiotik dalam budidaya udang dapat merugikan karena dapat memunculkan bakteri yang tahan terhadap antibiotik serta munculnya residu antibiotik (Saparinto, 2002)
Pemberian antibiotik chloramphenicol pada budidaya udang biasanya dilakukan dua kali yaitu sejak pembenihan dan pembesaran, tetapi pemberian pada tahap pembenihan antibiotik tersebut terdegradasi selama pertumbuhan, sehingga masih aman dalam penggunaannya. Sedangkan pemberian antibiotik chloramphenicol selama pembesaran dapat menyebabkan tertinggalnya residu dalam daging udang dan sulit untuk terdegradasi (Saparinto, 2002)
Udang yang sudah mengandung residu antibiotik chloramphenicol sulit untuk dihilangkan, sehingga perusahaan yang mengolah udang harus menganalisa residu antibiotik tersebut, karena jika didapatkan residu yang melebihi standar yang ditetapkan, perusahaan tersebut tidak bisa mengeekspor udang yang diolahnya.
Jika residu antibiotik chloramphenicol terdapat dalam produk dan dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus maka lama kelamaan residu tersebut akan tertinggal dalam tubuh dan dapat mengakibatkan penyakit anemia aplastik. Penyakit ini muncul karena sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah dalam  jumlah cukup. Hal ini diakibatkan oleh adanya residu antibiotik chloraphenicol  yang terdapat dalam tubuh.
Antibiotik merupakan suatu senyawa kimia yang sebagian besar dihasilkan oleh mikroorganisme, karakteristiknya tidak seperti enzim, dan merupakan hasil dari metabolisme sekunder. Penggunaan antibiotik yang berlebih pada tubuh manusia dapat menyebabkan resistensi sel mikroba terhadap antibiotik yang dikonsumsi.  Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik.
Pada proses analisa residu antibiotik chloramphenicol dilakukan penambahan etil asetat yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat yang terdapat dalam daging udang, etil asetat ini digunakan karena memiliki kemampuan daya larut yang kuat, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu 60-70oC karena suhu tersebut mempermudah penguapan, serta penambahan N-hexan dan extraction buffer dengan tujuan untuk mengekstrak endapan yang ada dalam tabung.
Proses selanjutnya standar elisa kit 1-6 dimasukkan kedalam well secara beruurutan mulai dari standar 0,00 ppb, 0,05 ppb, 0,15 ppb,0,5 ppb, 1,5 ppb dan 4,5 pbb, kemudian dilanjutkan dengan proses inkubasi.  Pada tahap ini harus sesuai dengan waktu yang ditentukan, karena jika waktu yang digunakan lebih atau kurang dari yang ditetapkan maka akan berdampak pada hasil pembacaan absorbansi.
          Proses setelah inkubasi dilakukan pencucian pada well sebanyak 3 kali dengan tujuan untuk menghilankan antibodi yang tidak berikatan dengan antigen, kemudian dilakukan inkubasi kembali dengan penambahan substrat solution, setelah waktu inkubasi selesai maka ditambahkan stop buffer dengan tujuan untuk menghentikan kerja enzim.
Proses terakhir yaitu pembacaan well pada elisa reader dengan menggunakan alat star fax dengan tipe 303 dengan cara well dimasukkan pada alat kemudian tombol ditekan pada alat, maka akan keluar pembacaan pada kertas.  Hasilnya berupa angka dari pembacaan absorban dan angka tersebut diproses dalam microsoft excel yang sudah terprogram.
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah menggunakan metode competitive ELISA, keuntungan dari metode ini adalah tidak perlu menggunakan antibodi primer yang dimurnikan sehingga antibodi yang digunakan langsung dari Elisa kit yang dimasukkan ke dalam well dan diinkubasikan bersama dengan standar dan sampel.
Jika residu chloramphenicol terdapat di dalam sampel, maka akan bersaing dengan CAP-HRPO Conjugate untuk berikatan hingga habis dengan antibodi yang ditanam di dalam wells.  Saat jumlah residu cukup maka residu CAP akan membuat jenuh antibodi.  Sehingga reaksi Enzyme-Substrat tidak diteruskan tetapi hanya akan terlihat warna terang, yang berarti hasil uji positif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengujian chloramphenicol dilakukan yaitu :
1.      Kit dikeluarkan dari refrigerator sekitar 30 menit sebelum analisa.
2.      Dicampur  dan dihomogenkan setiap larutan dengan benar sebelum digunakan.
3.      Beberapa microtiter well strip dikeluarkan (sebanyak yang dibutuhkan), selebihnya segera dimasukkan ke dalam wadah alumunium dan disimpan pada suhu 40oC di dalam refrigerator.
4.      washing solution diencerkan dengan aquabidest (10 kali) yaitu 1 ml washing solution dengan 9 ml aquabidest.
5.      Standar berisi chloramphenicol, maka dipergunakan dengan hati-hati.
Produk udang  windu ebi furai beku adalah produk udang mentah beku yang  melalui proses pengolahan yang cukup panjang, mulai dari pemotongan kepala, pengupasan kulit dan sisa satu ruas bagian ekor Peleed Devein Tail On (PDTO).  Pemotongan kepala dilakukan segera setelah udang tersebut diterima, akan tetapi masih memiliki kulit, kaki dan ekor.
Pemotongan kepala ini dilakukan secara manual dengan cara mematahkan kepala dari arah bawah ke atas.  Bagian yang dipotong mulai dari batas kelopak penutup kepala sampai batas leher bagian atas.
Rendemen yang dihasilkan setelah potong kepala berkisar 63 – 65%.  Selanjutnya udang yang sudah dipotong kepalanya dilakukan pengupasan kulit dimana satu ruas bagian ekor disisa (PDTO), telson pada ekor di kupas dan usus dicungkil karena usus pada udang tersebut merupakan tempat kotoran dan tempat berkumpulnya bakteri yang dapat mempercepat kemunduran mutu udang.  Setelah itu dilumuri dengan tepung predust dan dicelup kedalam butter mix kemudian pemberian roti dimana udang tersebut dibalut dengan roti halus terlebih dahulu kemudian roti kasar dan kemudian dibekukan.

BAB    V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.   Kesimpulan
        Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa :. 
·      Dari hasil pengujian didapatkan residu antibiotik chloramphenicol pada produk udang  windu  ebi furai beku rata-rata dibawah 0,05 ppb, dimana standar yang ditetapkan oleh perdagangan internasional adalah 0,3 ppb, sehingga masih memenuhi standar ekspor.
·      Hal penting yang harus diperhatikan selama proses pengujian antibiotik chloramphenicol yaitu lama inkubasi, karena apabila waktu inkubasi tidak sesuai dengan yang ditentukan maka akan berpengaruh terhadap pembacaan absorban.
5.2.  Saran
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi pada well yang lain, sebaiknya pengujian dilakukan dengan teliti dan hati-hati dan disarankan untuk memperhatikan pergantian pipet yang telah digunakan.
 DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Pemakaian Antibiotik Dilarang Dalam Budidaya Ikan & Udang. Suara merdeka http://id.wikipedia.org/wiki/pemakaian antibiotik.htm (diakses pada 20 agustus 2011)
Anonim. 2008. Pengertian High Performance Liquid Chromotography. http://en.wikipedia.org/wiki/Liquid_chromatography%E2%80%93mass_spectrometry (diakses pada 20 agustus 2011)
Anonim. 2010a. Antibiotikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika (diakses pada 20 agustus 2011)
Anonim.  2010bUji -skripsi-anilisis residu antibiotik - 06613079 - Fachmi Hidayati-6969840634 – abstract (diakses pada 20 agustus 2011)

ASEAN-Canada Fisheries. 1994.  Production of Battered an Breaded Fish Products from Minced Fish and Surimi. Post-Harvest Technologi Project-Phase II.
Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2010.  Standar Nasional Indonesia SNI 7587.3:2010.  Metode Uji Residu Antibiotik secara Enzyme Linked Immunoassay (ELISA) pada ikan dan udang-Bagian 3:  Chloramphenicol (CAP) Dewan Standarisasi Nasional – DSN. Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2007. SNI 01-2705-2005. Udang Beku. Dewan Standarisasi Nasional – DSN. Jakarta.

European Regulation (EC)  No. 178/2002 of the European Parlement and the Council Laying down the general principles and requipment of food law, estabilishing the European food safety authority and laying down procedures in matter of food safety, 28 januari 2002. Official Jurnal of the European Communities.
Hadiwiyoto, S.  1993.  Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Jilid 1. Liberty. Yogyakarta

Hariadi S. 1994. Pembekuan Udang Jilid I. Surabaya : Karya Anda.
Maratua. 2008. Analisis Residu Tetrasiklin Pada Udang Windu Untuk Ekspor Menggunakan Enzyme Linked Immunosorbent Assay ( ELISA) http///provokasi-1985:November 2008 arsif antibiotik.htm (diakses pada 23 mei 2011)

Moeljanto. 1992.   Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan.  Jakarta : Penebar Swadaya.

Mudjiman, A.  2004.  Makanan Ikan Edisi Revisi, Penebar Swadaya.  Depok.
Murtidjo. 1992.  Budidaya udang dan bandeng.  Penerbit kanisius . Yokyakarta
Purwaningsih. S, 1995.  Teknologi Pembekuan Udang. Swadaya. Jakarta
Santoso. D. 2010.  Udang  Kaya Protein dan Rendah Kalori. http:// www. dennysantoso. com/turunkankolesterol/Udang-Kaya-Protein-dan-Rendah-Kalori.html (diakses pada 3 Agustus 2011)
Saparinto dan  Hidayati. 2006.   Bahan Tambahan Pangan, Penerbit Kanisius, Yokyakarta
Saparinto. 2002.   Pemakaian Antibiotik Dilarang Dalam Budidaya Ikan dan Udang. http :// www. detik. com/bisnis ekonomi /2002/03/27/20020327-182049. (diakses pada Jumat 20 Mei 2011)
Suyanto dan Mujiman. 2003.  Budidaya udang Windu, Penebar Swadaya. Jakarta

Syafitrianto, H. 2009.  Antisipasi Penolakan Hasil Budidayahttp :// Wacana Sains Perikanan. Blogspot. Com /2009/12/antisipasi-penolakan-hasil-budidaya-di. html (diakses pada 5 Juni 2011)
Temaja. 2010. Laporan Assei Mikrobiologi. http :// dweeja. wordpress. Com /2010/05/21/ laporan-assei-mikrobiologi (diakses pada 20 agustus 2011)
USDA. 2003.  Shrimp Nutrition Information. www.healthzone.com (diakses pada 10 Mei 2011)

Winarno, FG. 2002.  Masalah Khloramfenikol Pada Produksi Udang Di Indonesia. Jakarta : Departemen Perikanan dan Kelautan.
Winarno, FG. 2007.  Analisis Laboratorium (Gastroentroenteritis dan Keracunan Pangan), M-BRO PRESS, Cetakan 1